eMarketing Ala Obama
Kemenangan Obama memang memukau. Tidak hanya warga Amerika Serikat. Tapi, seluruh dunia. Termasuk masyarakat Indonesia. Selasa malam (4/11), Barack Obama memenangi pemilu negara adi daya dengan perbedaan electoral votes yang mencolok, yakni 364:162. Presiden baru Amerika lahir di Grant Park, Chicago, malam itu.
Kemenangan Obama terjadi lantaran banyak faktor. Sosok lelaki kulit hitam yang masa kecilnya pernah hidup di Menteng, Jakarta itu, memang fenomenal. Sejak bergaung dua tahun silam, Obama bak sebuah produk yang lahir di tengah pasar yang tepat. Ketika masyarakat Internasional sudah mulai jenuh dengan kebijakan-kebijakan Amerika yang lebih mengedepankan aksi militerisme, Obama muncul di publik dengan kampanye perdamaian, pengurangan aksi militer, dan pendekatan diplomasi dengan negara lain. Apalagi Obama menjadi presiden keturunan Afrika-Amerika pertama di negeri adidaya itu. Sebuah kemenangan tersendiri bagi yang telah diperjuangkan Abraham Lincoln dan Martin Luther King Jr sebagai negeri bebas rasialisme.
Sementara itu, kampanyenya yang bertajuk “change” cukup tepat membidik apa yang menjadi kebutuhan warga Amerika yang sedang dilanda kebekuan. Dunia pun berharap “change” akan terjadi dalam relasi Amerika dengan negara-negara lain. Pasalnya, Amerika menjadi ikon berpengaruh dalam kebijakan ekonomi, sosial, politik, di negara-negara lainnya.
Nah, di balik kegemilangan Obama, patut dihargai kinerja keras dan cerdas dari tim kampanye Partai Demokrat itu. Tim yang sebagian besar terdiri dari orang muda ini boleh dibilang menguasai strategi marketing yang jitu. Situs Business Week menulis seandainya ada buku yang mendokumentasikan proses eleksi ini, buku itu sebaiknya jangan diberi judul “The Making of a President”. Tetapi, “The Marketing of a President.” Bagi Business Week, kampanye Obama merupakan studi kasus marketing yang luar biasa.
Asal tahu saja, tim sukses Obama menyasar lebih dari 218 juta pengguna internet dari 303 juta penduduk di Amerika. Setengah pengguna internet adalah orang muda. Belum lagi, jalur lintas batas ini mampu meraup simpati dari masyarakat di banyak benua.
Suami Michelle itu telah mengangkat Chris Hughes sebagai manajer kampanye web. Anak muda usia 24 tahun ini mampu menaklukkan pemilih belia di jalur maya. Hughes menggunakan jalur jejaring sosial, seperti Facebook, MySpace, Twitter, Plurk, blog, milis, dan forum diskusi maya.
Lewat jejaring sosial ini, Obama mampu meraih lebih 1,7 juta sahabat di Facebook dan 510 ribu kawan di MySpace. Jumlah ini katanya 10 kali lipat dari sahabat maya sang kompetitor McCain. Sementara itu, technical director pada sebuah spesialis digital brand Hello Computer Benon Czornij menangkap fenomena ini sebagai “The Digital Obama.” Benon menegaskan bahwa revolusi “Change” benar-benar terjadi melalui ranah maya ini. Dengan menggunakan mesin, tim sukses berhasil mengirimkan ucapan terimakasih atas dukungan kepada para pendukungnya melalui email pribadi. Bahkan, beberapa langsung melalui YouTube, SMS, bahkan Xbox games. Untuk video games, cara ini tergolong unik. Tim sukses Obama berhasil menaruh wajah dan pesan di berbagai macam game yang digemari oleh calon pemilih belia usia 18-30 tahun. Obama pun berhasil mengajak 54,5 % orang muda datang ke pemungutan suara. Ini pun menjadi jumlah pemilih muda terbanyak sepanjang sejarah Amerika.
Lewat internet, Obama berhasil merangkul para sponsor untuk membiayai kampanyenya. Internet berhasil menyumbang dana sebesar US$ 659,7 juta (Rp 6,9 triliun). Dana ini nyaris tiga kali lipat dari dana kampanye yang dikumpulkan tim sukses McCain.
Fenomena Obama patut menjadi inspirasi bagi siapa saja, khususnya para marketer untuk menggunakan berbagai peranti mutakhir. Kantor berita Voice of America (VOA) mengatakan strategi serupa dilakukan oleh Franklin Roosevelt pada tahun 1930-an. Franklin menggunakan jejaring radio untuk merebut perhatian rakyat Amerika. Bahkan membuka sebuah dialog interaktif dengan warga yang saat itu sedang dilanda depresi besar akibat krisis ekonomi.
VOA mengatakan Obama sebagai orang muda mampu menggaet suara orang muda melalui peranti yang digandrungi orang muda. Apalagi tema “Change” sendiri sangat menjual di kalangan muda yang memang cenderung tidak menyukai status quo.
Namun, Obama tidak boleh berpuas diri sampai di sini. Seperti juga seorang marketer yang baik tidak sekadar ‘membual’ menawarkan sebuah produk yang baik sampai produk itu terbukti kualitasnya. Kalau Obama ingkar janji, lewat cara-cara mutakhir ini pula image Obama bakalan hancur.
Sigit Kurniawan |VOA|The Washington Post|Time|Business Week| Foto: Google