05 Mei 2008

Integrated Marketing Communications (IMC)


Memadukan Seluruh Amunisi

Kalau kita menonton film-film laga kolosal, seperti Troy atau 10.000 BC, alurnya bisa ditebak. Awalnya, cerita dimenangkan oleh pihak musuh. Baru setelah seluruh suku atau komponen bersatu, pihak lakon berhasil memenangi pertempuran. Begitu pula dalam ajang olahraga seperti World Cup atau Olimpiade kemarin, skuad bakal menajdi juara bila memiliki kerja sama tim dan menyatukan seluruh kemampuan pemain. Istilahnya: bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Nah, seperti itu jugalah analog dari konsep Intergrated Marketing Communications (IMC). Segala kekuatan harus diintegrasikan menjadi satu kekuatan besar. Soal konsep IMC, kita layak berterimakasih pada guru pemasaran Don Schultz. Pasalnya, dialah yang memopulerkan konsep komunikasi pemasaran kontemporer tersebut.

Sistem terpadu ini ingin menjawab persoalan di dunia pemasaran di mana ada kecenderungan perusahaan memisahkan strategi pemasaran dengan strategi komunikasi. Keduanya bekerja sendiri-sendiri. Schultz melihat bidang kerja komunikasi dan pemasaran semakin menyatu. Baginya, keduanya bagaikan dua sisi uang logam. Komunikasi adalah pemasaran sekaligus pemasaran adalah komunikasi. Ini sudah menjadi ngetren sejak tahun 1990-an.

Lalu, apa sebenarnya IMC itu? IMC merupakan proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan secara berkelanjutan. Tujuannya tidak lain untuk memengaruhi sekaligus memberi efek langsung pada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. Dengan IMC, marketer melihat apa pun yang bisa menghubungkan pelanggan maupun calon pelanggan dengan produk atau jasa merek sebagai cara potensial. Marketer akan menggunakan semua jalur komunikasi untuk membangun serta memperkokoh relasi dengan pelanggan.

Karakter IMC
Karakter pertama IMC adalah kekuatannya memengaruhi perilaku. Dalam hal ini, komunikasi pemasaran tidak hanya memengaruhi kesadaran merek ataupun “memperbaiki” perilaku konsumen pada merek saja. Tapi, IMC membutuhkan upaya komunikasi yang ditujukan untuk mendongkrak bentuk respon dari perilaku konsumen. Dengan kata lain, tujuannya menggerakkan orang untuk bertindak. Sebelum membeli sebuah produk, konsumen disadarkan lebih dulu akan keberadaan merek bersama benefitnya. Lalu, dipengaruhi agar muncul sikap mendukung merek itu.

Menurut Handi Irawan D, IMC merupakan suatu proses bisnis yang menggunakan perencanaan, eksekusi, koordinasi dan pengukuran dari semua aktivitas komunikasi yang ditujukan kepada konsumen, karyawan dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan IMC adalah mendapatkan tingkat return (ROI) yang terbaik dan merek yang kuat dan bernilai tinggi.

Mari kita lihat kasus industri dairy di Amerika Serikat. Pada dekade 1980–1990-an, industri ini “membujuk” konsumen dengan kampanye bahwa susu adalah minuman yang menyehatkan tubuh. Riset dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen menangkap pesan itu. Mereka menganggap susu adalah minuman penuh nutrisi. Tapi, muncul masalah ketika konsumsi akan susu justru menurun lebih dari 14%. Konsumen punya sikap positif pada susu, namun mereka tidak meminumnya sebanyak yang dulunya mereka minum.

Kampanye baru dimulai dengan tema “Milk. Help Yourself”. Iklan ini didesain khusus untuk memengaruhi perilaku konsumen agar lebih sering minum susu. Biro iklan J Walter Thompson merilis delapan iklan berbeda yang menyajikan susu bersama makanan dan camilan berlainan sepanjang hari. Pada pagi hari, susu cocok didampingi dengan kue waffle dengan sirup kental di atasnya serta adonan roti baru. Pada malam hari, sajiannya pun berbeda.

Kedua, IMC selalu berawal dari pelanggan dan calon pelanggan. Mendengarkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi penting di sini. Katakanlah ada unsur demokratis di sini di mana perusahaan tidak lagi mengomunikasikan produk dan merek secara satu arah. Model ini menghindari pendekatan inside-out (dari perusahaan ke pelanggan). Sebaliknya, menggunakan pendekatan outside-in (dari pelanggan ke perusahaan). Pendekatan outside-in menjadi cara terbaik dalam melayani kebutuhan informasi pelanggan dan memotivasi mereka untuk membeli sebuah merek. Dengan model ini, marketer akan menggunakan cara komunikasi yang paling sesuai dengan pelanggan.

Ketiga, IMC memanfaatkan seluruh bentuk dan media komunikasi. Marketer sebaiknya memanfaatkan segala media komunikasi untuk menghubungkan perusahaan dengan pelanggan. Catatannya, media itu merupakan yang terbaik dalam menjangkau pelanggan. Contohnya, ada merek agar-agar Jell-O yang dikomunikasikan melalui produk lain berupa pisang dengan gambar tempel.

Ada lagi cara unik Smirnoff ketika memperkenalkan merek vodka premiumnya Smirnoff Black. Smirnoff mengkampanyekan vodkanya dengan mendramatisir relasi dengan Rusia. Ia menggunakan BFG Communications dari Hilton Head di Carolina Selatan untuk mengeksekusi idenya. BFG pun membuat sebuah produksi terdiri dari empat aktor yang berpakaian ala Rusia abad ke-19 sebagai czar, czarina, Rasputin, dan balerina. Mereka pergi ke bar dan menghibur pengunjung bar agar timbul perhatian dan antusiasme pada merek Smirnoff Black. Dari sini, terlihat bahwa marketer tidak terbelenggu oleh bentuk-bentuk komunikasi standar. Mereka dituntut kreatif memadukan media-media komunikasi menjadi sarana kampanye efektif.

Keempat, IMC menciptakan sinergi. Sinergi adalah kata yang sangat kuat dalam model IMC ini. Semua elemen komunikasi (iklan, tempat pembelian, promosi penjualan, event, dan sebagainya) harus mempunyai satu suara. Koordinasi menjadi hal fundamental dalam menciptakan citra merek yang kuat dan utuh serta membuat konsumen melakukan aksi. Kegagalan melakukan koordinasi justru menimbulkan hal kontraproduktif pada merek.

Seorang wakil presiden pemasaran Nabisco mengamini pentingnya bicara dalam satu suara. Ia mengintegrasikan semua kontak komunikasi pemasaran untuk merek kue Oreo dari Nabisco. Ia menandaskan bahwa ketika konsumen melihat Oreo, merek akan melihat pesan yang sama. Inkonsistensi pernah dialami Pepsi-Cola yang berlogo warna merah-putih-biru. Tapi, toko grosir di Hamburg menggunakan warna merah dan sebuah restoran di Shanghai menonjolkan warna putih. Lantaran efek negatif, pada awal tahun 1996 Pepsi-Cola meluncurkan Proyek Biru dengan logo didominasi warna biru.

Kelima, menjalin hubungan. Di sini, diyakini bahwa komunikasi pemasaran yang sukses membutuhkan terjalinnya relasi antara merek dengan pelanggannya. Pembinaan relasi adalah kunci pemasaran modern. IMC menjadi kunci terjalinnya relasi tersebut. Membangun loyalitas merek menjadi penting. Perusahaan menyadari lebih menguntungkan tetap menjalin dan mempertahankan relasi dengan pelanggan yang sudah ada ketimbang mencari pelanggan baru.

Pemicu IMC
Handi Irawan menengarai ada tiga pemicu penggunaan IMC ini. Pertama, merek. Menurutnya, merek merupakan ekuitas yang terpenting. IMC menjadi senjata utama untuk membangun persepsi, citra dan merek yang kuat dimana konsumen memiliki hubungan yang kuat dengan sebuah merek.

Pemicu kedua adalah perkembangan teknologi. Perkembangan pesat peranti teknologi komunikasi menjadikan IMC mutlak perlu menggunakan media yang ada. Perusahaan seharusnya mengalokasikan bujet untuk investasi alat-alat mutakhir ini.

Ketiga adalah faktor globalisasi. Globalisasi telah menjadikan komunikasi antarpribadi menjadi tidak terbatas (borderless). Komunikasi melalui YouTube mampu menjangkau konsumen di semua negara. Komunikasi dengan call center, mampu menjangkau konsumen di Amerika walaupun secara fisik, terletak di India. Globalisasi ini juga mendorong agar strategi komunikasi relatif mempunyai pesan yang sama untuk konsumen di seluruh dunia.

Menurut Handi, ketiga pemicu ini akhirnya menciptakan harapan baru bagi konsumen dalam berkomunikasi. Konsumen tidak ingin berkomunikasi hanya satu arah. Mereka bosan dengan komunikasi yang berbentuk iklan di mana mereka menjadi obyek yang pasif. Mereka lebih senang untuk dilibatkan dan merasa lebih percaya bila produsen juga mendengarkan mereka.

Dalam praktik, pada intinya, marketer harus cerdas dalam memadukan seluruh komponen marketing dengan berbagai peranti teknologi. Handi mengingatkan bahwa IMC bukanlah pekerjaan departemen komunikasi. Tapi, IMC sudah menjadi tanggung jawab tingkat direktur atau pemimpin perusahaan.

Sigit Kurniawan | Majalah Marketing edisi November 2008| Foto: www.qorvis.com

0 komentar:

Quote of Philip Kotler

"Marketing is not the art of finding clever ways to dispose of what you make. It is the art of creating genuine customer value."

[Philip Kotler]

Bus Disulap Jadi Rumah Berjalan

Image Hosted by ImageShack.us
Seperti apakah bila bus, moda transportasi yang jamak digunakan orang, disulap menjadi 'rumah atau kantor' berjalan?read more

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP