Cara Orang Kampung “Menjajah” Kota
Cinta pada kampung halaman bisa diwujudkan lewat beragam cara. Entah dengan melestarikan seni budayanya, melakukan pembangunan, maupun dengan mempromosikan potensi-potensi daerah yang ada. Lain halnya dengan Arief Wirawangsadita. Putera Bandung yang akrab disapa dengan Arief ini ingin mengangkat kampung dengan “unjuk rasa” di berbagai kota lewat jalur kuliner.
Menjadi pengusaha makanan orang kampung sudah menjadi mimpinya sejak lama. Akhirnya, setelah sekian lama, pemilik resor Kampung Sampireun, Garut, Jawa Barat ini berhasil mendirikan gerai makanan khas orang kampung yang berkibar dengan nama Bumbu Desa pada tahun 2005.
“Konsep desa begitu memesona saya. Saya tergerak membuka usaha yang sekaligus memberdayakan potensi kampung ini. Jangan meremehkan orang kampung. Kami justru ingin mengepung kota-kota dengan value kampung,” kata Arief selaku pemilik sekaligus President Director PT Tirtagangga Gitamaya yang memegang merek Bumbu Desa.
Gerai pertama didirikan di Lawi, Bandung. Nama Bumbu Desa memang sengaja dipakai untuk menunjukkan kekhasan resto yang ia bangun. Sesuai namanya, resto ini menyajikan menu khas orang desa dan 95% bercitarasa Sunda. Akan tetapi, Arief mengaku tidak pernah mengklaim resto yang dibangunnya merupakan restoran Sunda. “Kami mempunyai misi berkontribusi pada tanah kelahiran kami. Kami sadar makanan-makanan ini sudah ada sejak leluhur kami dan sekarang sangat marketable,” kata Arief saat ditemui di kantor pusat Bumbu Desa, di daerah Dago, Bandung.
Menyajikan menu-menu khas desa di gerainya tidaklah mudah. Dengan tekad besar, Arief rajin berkelana ke pelosok-pelosok desa di Jawa Barat untuk menemukan racikan makanan desa—khususnya yang tidak populer di pasaran. Strateginya cukup unik. Ia mencoba mendekati para istri bupati yang biasanya menjadi ketua dharma wanita maupun PKK. “Melalui mereka, usaha kami akan lebih mudah. Mereka juga senang berbagi resep makanan untuk kami tampilkan di gerai kami,” kata pria yang gemar menjadi bagpacker ini.
Tidak sekadar itu. Arief pun mengumpulkan juru-juru masak dari kampung untuk berkontribusi di restorannya. Chef yang mereka punya bukanlah koki yang berasal dari hotel bintang lima. Tapi, ya dari ibu-ibu desa tadi. Memang, misi lain Arief tak lain adalah memberdayakan orang-orang kampung.
Atmosfir kampung juga ia terjemahkan dalam desain setiap gerainya. Kalau kebetulan menyambangi gerainya, Anda akan melihat nuansa pedesaan yang kental di gerai tersebut. Meski dibalut dengan gaya modern, interiornya didesain sedemikian rupa menyerupai kedai pedesaan. Di setiap dinding, dipajang foto-foto bernuansa klasik pedesaan. Misalnya foto para petani memanen padi, foto gerobak sapi, keceriaan anak-anak kampung, dan sebagainya.
Tata lampu pun dibuat sedikit redup dan menambah suasana klasik. Saat di pintu resto, kita akan disambut para waitress dengan seragam khas orang kampung yang akan menyapa kita dengan gaya Sunda-nya. Arief menamai mereka dengan “tim murah senyum”. Mereka selalu mengenakan pin Murah Senyum yang difungsikan sebagai pengingat agar selalu ramah pada setiap pelanggan. Ini sesuai dengan pepatah Sunda “someah hade ka semah” yang artinya selalu ramah pada tamu.
Di dalam gerai, pengunjung bisa memilih hidangan yang disajikan dengan kemasan desa seperti daun pisang, anyaman bambu, dan sebagainya. Sembari memanjakan lidah, pelanggan pun akan menikmati alunan musik khas Pasundan.
Menurut Arief, konsep servis makanan dan minuman di Bumbu Desa mirip dengan konsep servis warung Tegal (warteg) yang dikemas lebih modern disertai sentuhan marketing profesional. Di sana, ada beberapa menu andalan seperti udang garong, ikan pepes, ikan mas cobek, ikan paray goreng, tumis genjer bercampur oncom, ayam bumbu desa, sayur asem, dan sebagainya. Ditambah dengan sambel yang rasanya cukup kuat dan mengikat lidah. Untuk minuman, Bumbu Desa menyediakan menu cukup variatif. Kita bisa menjajal es kopyor jeruk, bajigur maupun bandrek spesial, di samping aneka jus dengan beragam varian rasa, soft drink, dan minuman lainnya.
Sejak didirikan, resto ini mendapat sambutan yang antusias. Usai sukses dengan gerai di Lawi, tiga bulan kemudian ia menambah gerai di Pasir Kaliki. Melihat animo pengunjung cukup tinggi, mulailah Arief melebarkan sayap bisnisnya ke kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Medan, Bali, Balikpapan, dan Batam.
Pada tahun 2008 ini, Arief menargetkan ada 24 gerai Bumbu Desa mulai bercokol di wilayah Nusantara. Setiap gerai dipegang oleh seorang manajer gerai dengan sekitar 70 karyawan untuk melayani 250 tempat duduk. Gerai paling ramai ada di Kelapa Gading. Volume pengunjung setiap weekdays bisa mencapai 600 orang di setiap gerai dan weekend mencapai 1.500 orang.
“Jujur saja, ada sedikit rasa was-was ketika masuk ke kota besar seperti Jakarta. Ada rasa tidak confident. Tapi, rasa ini bercampur dengan optimisme besar bahwa kami akan sukses,” kata bapak tiga anak ini.
Sejak awal, Bumbu Desa membidik segmen menengah-atas, termasuk para eksekutif perusahaan. Segmentasi ini pun memengaruhi strategi harga yang diterapkan. “Di sini, kami memasang harga antara Rp 35 ribu sampai Rp 45 ribu. Dengan uang segitu, orang bisa menikmati makanan yang enak sekaligus menyehatkan,” katanya.
Selain rasa, satu kekuatan lain Bumbu Desa, menurut Arief, terletak pada servis pada pelanggan. Arief menerapkan konsep human relations pada pelanggan. Karena itu, ia mempersiapkan tim dengan mendidik mereka dalam training center selama tiga bulan. Pusat pelatihan ini berada di Garut, Jakarta, dan Bandung. Arief menargetkan sampai akhir tahun ini mempunyai total karyawan sekitar 1.800-an.
Baginya, setiap karyawan dari satpam sampai manager gerai bertugas sebagai marketing perusahaan. Bila ada pelanggan komplain, mereka dididik untuk mendengarkan sampai pelanggan selesai menyampaikan komplain. Mereka tidak boleh membela diri dan harus minta maaf. Usai tamu meninggalkan gerai, dalam 10 menit mereka diharapkan mengirim SMS untuk minta maaf kesekian kali, mengutarakan janji tidak mengulangi kesalahan, dan menyampaikan harapan datang lagi ke gerai. “Cara ini cukup simpatik dan jitu. Ini membuat tamu merasa senang dan malah menjadi pelanggan loyal,” kata lulusan fakultas hukum dari Universitas Parahyangan ini.
Edukasi dan promosi pada pelanggan juga unik. Lantaran memiliki database pelanggan (baik perorangan maupun korporat), Bumbu Desa rajin memberi tahu setiap ada menu baru. Di beberapa gerai, diadakan program sarapan bareng gratis. Bahkan, Bumbu Desa tidak segan-segan mengirimkan menu baru itu kepada ke rumah pelanggan.
Selain itu, Bumbu Desa juga berpromosi melalui print ad, flyer, spanduk, dan word of mouth. Ada pula sistem membership untuk mendapatkan diskon dan prioritas reservasi. Jika akumulasi poin member mencapai angka tertentu, mereka akan mendapat tiket gratis menginap di resor Kampung Sampireun miliknya atau mendapat undian mobil Toyota Avanza seperti yang dilakukan pada tahun kemarin.
Arief melihat Bumbu Desa cukup berkembang pesat mengingat investasi yang tidak kecil untuk setiap cabangnya. Tahun ini, ia menargetkan untuk mengoptimalkan masing-masing cabang, membangun program loyalitas pelanggan, serta mendongkrak awareness konsumen di perkotaan pada Bumbu Desa. Ia pun tidak begitu takut dengan kompetisi.
Sementara itu, tahun 2009, Arief ingin melakukan ekpansi ke luar negeri. Sekarang, sudah ada pihak yang mengundangnya untuk membuka cabang di Singapura dan Shanghai. “Saya ingin menjadikan Bumbu Desa sebagai representasi kuliner Indonesia di mancanegara. Termasuk juga menjadi menu kenegaraan di negeri sendiri,” katanya optimistis.
Sigit Kurniawan | sumber: Majalah Marketing edisi Mei 2008
0 komentar:
Posting Komentar