Bedah Majalah Marketing
Banyak kalangan memperkirakan prospek tahun 2009 bagi dunia bisnis menurun. Bahkan, ada beberapa opini yang mengatakan pada tahun menjadi titik kulminasi dari krisis global yang dimulai dari daratan Amerika itu. Apalagi sudah banyak perusahaan besar merampingkan bisnisnya dengan mem-PHK ribuan karyawannya. Tapi, bagaimana prediksi pada kondisi Indonesia tahun depan?
Pada edisi Desember 2008, Majalah Marketing mencoba mengupas prediksi dari berbagai sektor industri. A. Tony Prasetiantono, salah satu narasumber majalah ini, mengatakan bahwa kondisi sekarang ini belum sampai membuat damage confidence. Baginya, yang terlihat adalah penurunan nilai mata uang asing dan naiknya suku bunga bank. Sektor konsumsi domestik akan menopang pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Kendati kegiatan ekspor melambat akibat turunnya permintaan dari luar negeri. Tony tetap optimistis pada kondisi tahun depan karena tidak akan ada hal-hal yang menganggu kecepatan ekonomi 2009 selama kondisi politik tetap kondusif.
Sementara itu, Yuswohady, Chief Executive of MarkPlus, mengatakan karena berbagai keadaan tak menentu, seperti krisis global, fluktuasi harga minyak, fluktuasi harga komoditas, krisis suplai makanan, dan Pemilu, maka lengkaplah tahun 2009 sebagai tahun penuh ranjau, tahun penuh tantangan, tahun penuh ketidakpastian, tahun penuh gonjang-ganjing: “year of living dengerously”. Ia mengajak para marketer tetap optimis dengan 150% lebih waspada, 150% lebih kreatif, 150% lebih ngotot, 150% lebih smart, dan 150% lebih tahan banting. “Dengan itu, kita akan survive!” katanya.
Darmadi Durianto, pengamat pemasaran dari Vadriv Consulting melihat tahun depan pasar elektronik dan sepeda motor akan menciut. Peta persaingan tahun depan lebih didominasi oleh perang harga. Ini dilatari karena harga bahan baku naik tajam dan daya beli masyarakat semakin melemah.
Dunia periklanan pun terimbas krisis. Pada tahun 2009, belanja iklan diperkirakan menurun meskipun belanja iklan politik akibat Pemilu tetap ramai. Pengamat periklanan Irfan Ramli mengatakan para pelaku industri iklan dan pemasang iklan akan melirik ke media digital. “Kondisi ini yang terus berlanjut di tahun depan ini akan mengubah strategi periklanan. Ini akan terasa di kota-kota besar. Tren yang akan muncul tahun depan adalah penggunaan digital medium yang berbasis internet,” katanya.
Para pelaku bisnis properti tahun depan pun harus mengencangkan ikat pinggang. Kekuatan strategi pemasaran yang diterapkan pengembang dipertaruhkan. Pengembang tidak bisa lagi hanya memberikan diskon, diskon, dan diskon. Lebih dari itu, pengembang dipaksa untuk lebih berbeda dan berani. Kuncinya, permodalannya harus kuat. “Kalau tidak kuat, ya jangan jadi pengembang,” tegas Panangian.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia itu, pengembang saat ini harus benar-benar cerdas. Selling tanpa strategi diferensiasi akan mati. Sebab, kini konsumen berpikir 10 kali untuk membeli properti. Konsumen berpendapat, lebih baik menunggu suku bunga kembali ke 9% ketimbang membayar mahal.
Pasar otomotif pun akan lesu. Pasar sepeda motor diperkirakan akan anjlok 30-40%. Konsumen cenderung akan memilih kategori low price karena terganjal oleh daya belinya. Selain daya beli, faktor yang layak diperhatikan adalah kondisi pasar ekspor khususnya ke Amerika dan Eropa. Kondisi di luar negeri cukup memprihatinkan karena ada resesi. Di sana, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara massal sudah terjadi. Contohnya, industri tekstil, sepatu, dan sebagainya.
Dengan adanya krisis keuangan ini, likuiditas keuangan menjadi sangat terbatas. Hal tersebut menyebabkan leasing company yang selama ini berkontribusi 76% dari penjualan sepeda motor mempunyai peluang yang semakin sempit.
“Alasannya, banyak bank yang terkena imbas. Padahal perusahaan leasing ini sangat tergantung pada bank. Mau jual obligasi, tapi siapa yang beli? Likuiditas terbatas dan bunganya naik sekitar 6-8%. Kuncinya, ada di leasing company,” kata Wakil Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Manufacturing Dyonisius Beti.
Industri IT (Information Technology) di tahun-tahun sekarang semakin convergence. Tidak hanya sebatas teknologi komputer dan telekomunikasi saja, tapi juga terkait dengan industri-industri lain. Itulah pernyataan Profesor Richardus Eko Indrajit mengenai kondisi industri ini.
“Mungkin istilah IT akan hilang karena yang lebih sering dipakai sekarang adalah Business Technology. Bisnis apa pun akan merangkul teknologi digital untuk meng-enhance bisnisnya. Ada konvergensi TI dengan sektor industri manapun, khususnya sektor jasa,” katanya.
Meski begitu, industri pangan akan tetap menjadi prioritas utama. Sektor industri makanan dan minuman (food and beverages) akan tetap tumbuh pada tahun 2009. Meskipun terjadi krisis keuangan global, pangan akan tetap menjadi prioritas utama di setiap negara. Inilah yang diyakini oleh Thomas Darmawan, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).
Menurutnya, dalam menghadapi krisis, masyarakat tidak akan mengorbankan sektor pangan. Tapi, mereka akan mengurangi anggaran untuk sektor yang lain, misalnya sektor elektronik dan kebutuhan gaya hidup. “Toko-toko elektronik akan menyikapi dengan mengecilkan space. Sementara orang akan menunda atau memiliki produk yang lebih fungsional dengan harga terjangkau daripada produk yang memenuhi kebutuhan gaya hidup,” katanya.
Selebihnya bisa dibaca di edisi cetaknya. Untuk mengetahui lebih lanjut dari, silakan hubungi alamat kontak berikut:
Majalah Marketing
Tlp. 021-45857040
021-70309777 (bagian sirkulasi)
Email: redaksi@marketing.co.id
Website: www.marketing.co.id
Selamat membaca!
0 komentar:
Posting Komentar